Mengapa menyia-nyiakan shalat disandingkan dengan mengikuti syahwat? Apa korelasinya?

Oleh : Firman Afifudin Saleh

In syaa’a Allah, kali ini kita akan membahas, tentang pertanyaan pertama dalam materi sebelumnya tentang Tadabbur Al-Quran yaitu “Mengapa menyia-nyiakan shalat disandingkan dengan mengikuti syahwat?”

Kita perhatikan terlebih dahulu dalam Surat Maryam ayat 59 :

فَخَلَفَ مِنۡۢ بَعۡدِهِمۡ خَلۡفٌ اَضَاعُوا الصَّلٰوةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوٰتِ‌ فَسَوۡفَ يَلۡقَوۡنَ غَيًّا ۙ‏

“Kemudian datanglah setelah mereka pengganti yang mengabaikan shalat dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan tersesat”

“Mengapa menyia-nyiakan shalat disandingkan dengan mengikuti syahwat?” Jawabannya adalah :

Menurut para ulama, Surat Maryam ayat 59 ini memberikan faidah bahwa orang yang menyia-nyiakan shalatnya maka ia akan diuji dengan mengikuti nafsu syahwatnya.
Atau sebaliknya, orang yang memperturutkan hawa nafsunya tentu akan menyia-nyiakan shalatnya.
Maka ada korelasi yang kuat di antara keduanya.
Seolah keduanya adalah satu kesatuan, yang tidak bisa dipisahkan.

Jika ada yang mendirikan shalat, tetapi ia masih memperturutkan hawa nafsunya, maka Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah memberikan kesimpulan bahwa pasti shalatnya cacat.
Terutama keikhlasannya, karena orang yang ikhlas akan terjaga dari memperturutkan hawa nafsunya. Sebagaimana selamatnya Nabi Yusuf untuk memenuhi ajakan dan rayuan istri Al-Aziz.

*Berkaitan dengan kata Ikhlas sebagai Kunci diterimanya ibadah Shalat kita dan menyebabkan kita terjaga dari memperturutkan hawa nafsu, maka ada dua istilah dalam Al-Quran yang mesti kita Tadabburi yaitu : AL-MUKHLISHIN DAN AL-MUKHLASHIN (المخلِصين dan المخلَصين)

APA PERBEDAAN DIANTARA KEDUANYA?

Tentang manusia yg ikhlas, Al-Quran menggambarkan dua keadaan, yaitu Al-Mukhlishin (mereka yg berusaha utk ikhlas) dan Al-Mukhlashin ( Mereka yg mendapat anugerah ikhlas atau diikhlaskan oleh Allah)

Rumusan antara kedua terminologi tersebut:

Setiap yg mukhlas pasti mukhlis, dan belum tentu sebaliknya.

Karenanya tingkatan tertinggi dalam konteks manusia yg ikhlas adalah mukhlashin

Itulah ikhlasnya para nabi. Sebagai contoh Nabi Yusuf yg Allah anugerahkan keikhlasan kpdnya shingga ia menjadi hambaNya yg mukhlas:

وَلَقَدۡ هَمَّتۡ بِهِۦ‌ۖ وَهَمَّ بِہَا لَوۡلَآ أَن رَّءَا بُرۡهَـٰنَ رَبِّهِۦ‌ۚ ڪَذَٲلِكَ لِنَصۡرِفَ عَنۡهُ ٱلسُّوٓءَ وَٱلۡفَحۡشَآءَ‌ۚ إِنَّهُ ۥ مِنۡ عِبَادِنَا ٱلۡمُخۡلَصِينَ

Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang mukhlas”. (Yusuf: 24)

Juga ttg nabi Musa: وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ مُوسَىٰ ۚ إِنَّهُ كَانَ مُخْلَصًا وَكَانَ رَسُولًا نَبِيًّا

Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka), kisah Musa di dalam Al Kitab (Al Quran) ini. Sesungguhnya ia adalah seorang yang mukhlas dan seorang rasul dan nabi”. (Maryam: 51)

Utk mencapai maqam mukhlashin, seseorang harus terus menerus berusaha mengikhlaskan diri, melatih keikhlasan, diuji keikhlasan dan sebagainya dalam semua amal dan perilakunya.

Karena tidak mungkin mencapai ‘mukhlas’ tanpa ‘mukhlis’…Pada tataran amaliah ikhlas inilah manusia akan meningkat setahap demi setahap menuju mukhlashin.

Sebagaimana banyak diperintahkan oleh Allah dlm Al-Quran:

فَادْعُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ

Maka sembahlah Allah dengan ikhlas (memurnikan ibadat) kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya)”.
(Ghaafir: 14)

Dan memang kita tidak diperintah melainkan untuk beribadah, mengabdi, menyembah, beramal dgn penuh keikhlasan:

وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan ikhlas (memurnikan ketaatan) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.
(Al-Bayyinah: 5)

Pada tataran praktek, keikhlasan dapat ditunjukkan dalam tiga hal:

  1. Ikhlas dalam berakidah, yaitu dengan tidak berbuat syirik.
  2. Ikhlas dalam beramal, yaitu dengan menjaga kualitas amal.
  3. Ikhlas dalam bermu’amalah, dengan menunjukkan akhlak mulia dalam setiap keadaan.

Kenapa kita dituntut untuk berusaha mengikhlaskan diri, baik dalam berakidah, beramal, dan bermu’amalah?.. Manusia yg aman dari jerat dan bujuk rayu iblis adalah mereka yg sudah berada pada maqam mukhlashin.

Simak firman Allah tentang komitmen Iblis menggoda manusia dan pengakuan ketidak berdayaan mereka di hadapan mukhlashin:

قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لَأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ
فِي الْأَرضِ وَلَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ

“Iblis berkata: “Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,

إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

“kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlas di antara mereka”. (Al-Hijr: 39-40)

Di ayat lain, Allah mengungkapkan komitmen Iblis dan pengakuan mereka:

َالَ فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ

Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya,

إِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlas di antara mereka. (Shaad: 82-83)

Ayo terus beramal, latih keikhlasan dalam setiap amal yg terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi….semoga anugerah ikhlas akhirnya Allah berikan kepada kita. Aamiin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!